KEPEMIMPINAN
MOHAMMAD HATTA
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Para
peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan
perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka. Beberapa definisi yang dapat dianggap cukup mewakili selama
seperempat abad adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan adalah “perilaku dari seorang individu
yang memimpin aktivitas-aktiviitas suatu
kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).” (Hemhill
& Coons, 1957, hlm. 7)
2.
Kepemimpinan
adalah “pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu,
serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian satu atau
beberapa tujuan tertentu.” (Tannenbaum, Weschler, & Massarik, 1961, hlm.24)
3.
Kepemimpinan
adalah “pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan
interaksi.” (Stogdill, 1974, hlm.411)
4.
Kepemimpinan
adalah “peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada, dan berada di atas
kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.” (Katz &
kahn, 1978, hlm.528)
5.
Kepemimpinan
adalah “proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.” (Rauch & Behling, 1984, hlm. 46)
6. Kepemimpinan adalah suatu proses memberi arti (peengarahan
yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk
melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. (Jacobs & Jacques,
1990, hlm. 281)
Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa
kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini
pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi.
(Yukl, Gary. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta
: prenhallindo)
Kartini
Kartono menjelaskan bahwa tipe kepemimpinan terbagi atas:
1. Tipe Kharismatik
Tipe ini
mempunyai daya tarik dan pembawaan yang luar biasa, sehingga mereka mempunyai
pengikut yang jumlahnya besar. Kesetiaan dan kepatuhan pengikutnya timbul dari
kepercayaan terhadap pemimpin itu. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan yang
diperoleh dari kekuatan Yang Maha Kuasa.
2. Tipe Paternalistik
Tipe
Kepemimpinan dengan sifat-sifat antara lain;
a. Menganggap
bawahannya belum dewasa
b. bersikap
terlalu melindungi
c. Jarang
memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan
d. Selalu
bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Otoriter
Pemimpin tipe
otoriter mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Pemimipin
organisasi sebagai miliknnya
b. Pemimpin
bertindak sebagai dictator
c. Cara
menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.
4. Tipe Militeristik
Dalam tipe ini
pemimpin mempunyai siafat sifat:
a. menuntut
kedisiplinan yang keras dan kaku
b. lebih banyak
menggunakan system perintah
c. menghendaki
keputusan mutlak dari bawahan
d. Formalitas
yang berlebih-lebihan
e. Tidak
menerima saran dan kritik dari bawahan
f. Sifat
komunikasi hanya sepihak
5. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi
mengutamkan masalah kerja sama sehingga terdapat koordinasi pekerjaan dari
semua bawahan. Kepemimpinan demokrasi menghadapi potensi sikap individu, mau
mendengarkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Jadi pemimpin menitik
beratkan pada aktifitas setiap anggota kelompok, sehingga semua unsur
organisasi dilibatkan dalam akatifitas, yang dimulai penentuan tujuan,
pembuatan rencana keputusan, disiplin.
(Kartini
Kartono, 1983, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : CV RAJAWALI)
Pemimpin adalah seorang yang dipilih
dari kelompoknya karena memiliki kelebihan-kelebihan tertentu, selanjutnya
diberi tugas untuk memimpin anak buahnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh kelompok. Salah satu contoh pemimpin yaitu Mohammad Hatta.
Bodata :
Nama : Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Istri : (Alm.) Rahmi Rachim
Anak : Meutia Farida, Gemala, Halida Nuriah
Gelar Pahlawan :
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Istri : (Alm.) Rahmi Rachim
Anak : Meutia Farida, Gemala, Halida Nuriah
Gelar Pahlawan :
- Bapak Koperasi Indonesia pada 17 Juli 1953
- Pahlawan Proklamator RI tahun 1986
Pendidikan
:
- Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
- Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
- Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
- Gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Karir
:
- Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
- Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
- Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda (1925-1930)
- Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, Berlin (1927-1931)
- Ketua Panitia (PNI Baru) Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
- Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Jepang (April 1942)
- Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945)
- Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
- Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945)
- Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
- Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 - Desember 1949)
- Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
- Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 - Agustus 1950)
- Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung (1951-1961)
- Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954-1959)
- Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV tentang masalah korupsi (1969)
- Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)
(Anonim. 2011.
Profil Keteladanan Bung Hatta. http://chillinaris.blogspot.com. [Online] diakses tanggal 24 februari 2012)
Kiprah Perjuangan
Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi sejak berusia 15 tahun
sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politiknya
berkembang karena sering menghadiri ceramah dan pertemuan politik. Salah
seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.
pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad;
dan perintis majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe,
serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
Hatta mulai menetap di Belanda sejak September 1921. Ia bergabung dalam
Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, Indische Vereeniging telah
berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan. Sebelumnya, Indische
Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal
tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak
tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan
Tjipto Mangunkusumo). Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini
tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis
dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische sudah
mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara
politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua
berasal.
Hatta mengawali karier pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922,
menjadi Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika
terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging dari Ketua lama dr. Soetomo
diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting
bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk
mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan
kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan
nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang
anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai
membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan
Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India,
Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap
pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato
pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke
Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia
yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses
pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir,
ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta
diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Aktivitas di
Partai Politik
Organisasi Indonesische Vereeniging
berkembang menjadi organisasi politik pada bulan Januari 1925 dengan nama
Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak
sebagai Pemimpinnya. Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik
bukan hanya di luar negeri tapi sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di
PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Soekarno tahun 1927. Dalam
organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan kegiatannya dibidang pendidikan.
Beliau melihat bahwa melalui pendidikanlah rakyat akan mampu mencapai
kemerdekaan. Karena PNI dinilai sebagai partai yang radikal dan membahayakan
bagi kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan upaya untuk mengurangi
pengaruhnya pada rakyat. Hal ini dilihat dari propaganda dan profokasi PNI tehadap
penduduk untuk mengusakan kemerdekaan. Hingga akhirnya Bunga Karno di tangkap
dan demi keamanan organisasi ini membubarkan diri.
Tak lama setetah PNI (Partai Nasional
Indonesia) bubar, berdirilah organisasi pengganti yang dinamanakan Partindo
(Partai Indonesia). Mereka memiliki sifat organisasi yang radikal dan
nyata-nyata menentang Belanda. Hal ini tak di senangi oleh Bung Hatta. Karena
tak sependapat dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai
Nasional Indonesia Pendidikan) atau disebut juga PNI Baru. Organisasi ini
didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung Hatta diangkat sebagai
pemimpinnya. Organisasi ini memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi rakyat
Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam bidang kebathinan dan
mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan
demokrasi untuk kemerdekaan “.
Organisasi ini berkembang dengan pesat,
sehingga pada kongres I di Bandung 1932 anggotanya baru 2000 orang dan setahun
kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia. Organisasi ini mendapat
pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan mengenyam pendidikan. Di
PNI Pendidikan Bung Hatta bekerjasama dengan Syahrir yang merupakan teman
akrabnya sejak di Belanda. Hal ini makin memajukan organisasi ini di dunia
pendidikan Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi dari PNI Pendidikan
dilihat Belanda sebagai ancaman baru tehadap kedudukan mereka sebagai penjajah
di Indonesia dan mereka pun mengeluarkan beberapa ketetapan ditahun 1933
diantaranya :
(1) Polisi diperintahkan bertindak keras terhadap
rapat-rapat PNI Pendidikan;
(2) pegawai negeri dilarang menjadi anggota PNI Pendidikan;
(3) diadakan pelarangan rapat-rapat PNI Pendidikan di
seluruh Indonesia.
Akhirnya ditahun 1934 Partai Nasional
Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan Kolonial Belanda di bubarkan dan
dilarang keras bersama beberapa organisasi lain yang dianggap membahayakan
seperti : Partindo dan PSII. Ide-ide PNI Pendidikan yang dituangkan dalam surat
kabar ikut di hancurkan dan surat kabar yang menerbitkan ikut di bredel. Namun
secara keorganisasian, Hatta sebagai pemimpin tak mau menyatakan organisasinya
telah bubar. Ia tetap aktif dan berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
Soekarno yang aktif di Partindo dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan
Hatta dan Syahrir. Walau para pemimpin di asingkan namun para pengikut mereka
tetap konsisten melanjutkan perjuangan partai. PNI Pendidikan tetap memberikan
kursus-kursus, pelatihan-pelatuhan baik melalui tulisan maupun dengan kunjungan
kerumah-rumah penduduk.
Dalam sidang masalah PNI Pendidikan
M.Hatta, Syahrir, Maskun, Burhanuddin ,Bondan dan Murwoto dinyatakan bersalah
dan dibuang ke Boven Digul (Papua). Demi harapan terciptanya ketenangan di
daerah jajahan. Walau telah mendapat hambatan yang begitu besar namun
perjuangan Hatta tak hanya sampai disitu, beliau terus berjuang dan salah satu
hasil perjuangan Hatta dan para pahlawan lain tersebut adalah kemerdekaan yang
telah kita raih dan kita rasakan sekarang.
(Anonim. 2011.
Biografi Mohammad Hatta. http://www.biografitokohdunia.com/ . [Onlline] diakses tanggal 24 februari 2012)
Bung Hatta,
sumber inspirasi sosok anti korupsi
Perjalanan almarhum Mohammad Hatta
memperlihatkan sosok yang menghayati “kerisihan” pada godaan uang dan
kekuasaan, bahkan sampai tingkat yang sedikit “keterlaluan” untuk ukuran masa
kini di negeri kita. Mohammad Hatta sejak muda memegang prinsip kejujuran. Maka
tak heran jika ia selalu dipercaya menjadi oleh teman-temannya. Jabatan
bendahara Jong Sumatran Bond (JSB) cabang kota Padang pernah ia pegang ketika
belajar di MULO (Meer Uitgebreid Lagere School) atau SMP berbahasa Belanda.
Jabatan yang mengandalkan kejujuran dan ketelitian itu, ia teruskan ketika ia
harus hijrah ke Batavia untuk melanjutkan sekolah di Prins Hendrik School
(Sekolah Menengah Dagang).
Minatnya pada bidang ekonomi, dan juga
koperasi, terus terlihat melalui berbagai karangan dan buku. Karenanya, pada
tanggal 17 Juli 1953 dalam Kongres Koperasi Indonesia dirinya diangkat sebagai
Bapak Koperasi Indonesia. Perhatiannya pada unsur keadilan dalam ekonomi,
selain dalam fokusnya pada koperasi, juga terasa dalam kehidupan sehari-hari –
dan ciri inilah yang secara konsisten diperlihatkan, hal yang langka di antara
para tokoh Indonesia terutama setelah jaman semakin ‘maju.’
Banyak Universitas memberikan gelar
Honoris Causa padanya. Selama ia menjabat wakil Presiden (1950-1956) dirinya
tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di pelbagai lembaga pendidikan tinggi.
Pada 1 Desember 1956, Mohammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil
Presiden pertama. Sejak itulah, praktis ia menjadi warga negara biasa. Beberapa
tawaran perusahaan Belanda untuk menjadikan dirinya komisaris ia tolak.
Alasannya, sangat sederhana. Seperti alasan orang Jawa,. ewuh pakewuh. “Apa
kata rakyat nanti…” Hatta tidak mau mengambil tawaran itu karena “malu” dinilai
hanya mencari pangkat dan jabatan saja. Ia juga tidak mau dinilai rakyat
sebagai orang yang hanya mementingkan diri sendiri dengan tidak mau
memperhatikan perkembangan negeri ini. Sikap jujur dan sederhana ia tunjukkan
dengan menolak kenaikan uang pensiun yang tidak lagi mampu membiayai
keluarganya (dengan istri dan tiga orang anaknya). Bahkan ia juga menolak
diberi rumah tambahan yang lebih besar karena takut tak mampu membiayai ongkos
perawatan rumah tersebut. Bahkan, World Bank ketika itu pernah menawarkan
kedudukan pada Hatta, namun ia tolak. Penolakan itu juga sempat mengecewakan
anak-anaknya. Halida, anak bungsunya, mengatakan bahwa ia ingin kuliah ke luar
negeri. Namun, keinginan itu tertunda lantaran penolakan Hatta atas posisi yang
ditawarkan World Bank.
Menurut kelompok kami, tipe
kepemimpinan Bung Hatta yaitu demokratis. Karena beliau menyerahkan dirinya
secara total untuk kepentingan rakyat, jujur dan bersih, berkomitmen penuh pada
perbaikan nasib dan tingkat hidup rakyat kecil, menegakkan dan menjalankan
secara konsekuen nilai-nilai demokrasi kerakyatan, serta mengutamakan rasio
ketimbang emosi. Selain itu beliau juga berjuang dalam usaha pendidikan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar